Lewat Tangan Perajin ini, Tapis Lampung Kian Terkenal di Tingkat Dunia

24 Agustus 2023, 08:34 WIB
Raswan, perajin Tapis Lampung /DOK PRIBADI MAESTRO TAPIS/FB

LAMPUNG INSIDER - Medio April 2019, Mery Louise Tatton, seorang dosen seni di University of Michigan, Amerika Serikat mengejutkan publik Lampung atas terbitnya buku sejarah dan perkembangan budaya dan tapis Lampung. Buku setebal 188 halaman itu berjudul Wearing Wealth and Styling Identity Tapis From Lampung South Sumatra.

“Buku ini bahkan sudah dipamerkan di Hood Museum of Art America pada 21 April hingga 31 Agustus 2009 lalu, sudah diperkenalkan 14 tahun lalu oleh penulisnya. Kita memang harus berbangga,” kata perajin tapis Lampung Raswan, saat dihubungi Senin, 21 Agustus 2023.

Raswan juga mengatakan buku itu sangat luar biasa. Bahkan, sebagian dari buku itu mengambil narasumber dari dirinya, yang juga sebagai perajin dan peneliti tapis Lampung sejak 1987 silam.

Raswan juga menceritakan, buku itu bukan hanya mengenai sejarah perkembangan tapis Lampung, tetapi juga buku itu menceritakan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung pada abad ke-18. “Bukan hanya saya yang menjadi narasumber dalam buku itu, tapi juga ibu Mustika Zaini dan pak Ansori Djausal, yang memang merupakan tokoh Lampung,” kata dia.

Raswan yang pernah melakukan penelitian tapis Lampung bersama Tim Smith, peneliti asal Kansas, Amerika Serikat, media tahun 1997-1998 juga menjelaskan penelitian Mary Louise tentang sejarah, budaya, dan perkembangan tapis Lampung juga pernah dilakukan oleh pihak Museum Tropenmusium Amsterdam, Belanda.

Namun, karena di museum itu koleksi tapis kurang lengkap, Mary melakukan studi lapangan langsung ke daerah asalnya Provinsi Lampung. “Memang, kita butuh melakukan penelitian lebih luas lagi, agar sejarah dan perkembangan tapis Lampung dari masa ke masa akan lebih luas dan dikenal oleh generasi muda Lampung di masa yang akan datang,” kata dia.

Raswan juga mengungkapkan dalam buku Wearing Wealth and Styling Identity Tapis From Lampung South Sumatra dijelaskan terdapat 51 jenis tapis Lampung. Semua koleksi itu hampir mewakili semua unsur budaya yang ada di Provinsi Lampung.

Namun, kata Raswan, memang tidak mudah menggali soal budaya Lampung, terlebih membahas soal tapis. Bahkan, seorang peneliti ataupun desainer tapis pun harus sangat memahami dan filosofi tapis dan budaya Lampung itu sendiri.

Koleksi hasil karya Raswan, perajin dan pengusaha Tapis di Lampung. DOK PRIBADI MAESTRO TAPIS/FB

Berusia 400 Tahun

Untuk mengenal tapis Lampung, kata Raswan, seseorang harus lebih dulu mengetahui sejarah dan arti motif yang tertuang di dalamnya. Setelah itu, barulah membuat kreasi untuk mengembangkan motif kain tapis tersebut.

“Penelitian tapis bermula dari tugas akhir di bangku kuliah. Dari situ, saya tertarik meneliti tapis. Sebab, saya menilai kain tapis merupakan salah satu kerajinan tradisional Lampung yang menyelaraskan hidup terhadap lingkungannya maupun pencipta alam semesta,” kata dia.

Dia juga menjelaskan, sejauh ini, dikenal 36 jenis tapis Lampung. Namun, di museum di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 51 jenis tapis lama yang usianya bahkan mencapai 400 tahun.

Sejauh ini, kain tapis hanya identik dengan perempuan Lampung. Pada perkembangannya, banyak juga laki-laki yang menggunakan kain tapis tersebut. Tapis merupakan pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistem sulam (Lampung cucuk).

Kerajinan tapis tradisional Lampung merupakan kain tenun yang dihubungkan dengan proses penenunan benang untuk membuat kain dasar dan proses penyulaman benang untuk membuat motif-motif dan ragam hiasanya. Saat ini, beberapa pakaian adat Lampung yang dikenakan laki-laki, juga sudah menggunakan tenun tapis dan ternyata sangat etnik dan elegan.

Raswan juga menjelaskan tapis Lampung termasuk kerajinan tradisonal, terlebih peralatan yang digunakan dalam pembuatan kain dasar dan motif-motif hias masih sangat sederhana dan dikerjakan langsung oleh perajin.

Kerajinan itu umumnya dibuat kaum hawa, baik ibu rumah tangga ataupun anak gadis (muli), yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang. Tujuan awalnya untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. ***

Editor: Lukman Hakim

Tags

Terkini

Terpopuler