LAMPUNG INSIDER – Mas Yudhis, pergilah dengan tenang. Insya Allah, khusnul khotimah!
Terima kasih sudah memberi kepercayaan kepada saya untuk membuat kata pengantar antologi puisi Akhirnya Kita Seperti Dedaun (2024).
Maafkan saya, sebab di Kata Pengantar itu, terus terang, saya menyembunyikan sesuatu berkaitan dengan puisi yang berjudul “Puisi Mempersiapkan Diri bagi Kematianku”.
Ya! Bagi saya, itu puisi “langit”. Saya tidak berani membicarakan puisi yang begitu mencekam dan yang begitu kuat merontokkan kesombongan itu. Maka, saya cukup memberi judul Kata Pengantar itu sebagai Isyarat Tuhan!
Kini, puisi itu bukan lagi isyarat Tuhan. Ia laksana fatwa penyair dalam merenungi kehidupan ini, bahwa kita –dedaun– itu akan menemukan jalannya sendiri.
Izinkan saya mengutip lengkap puisi “langit” yang mencekam itu.
Yudhistira ANM Massardi
PUISI MEMPERSIAPKAN DIRI BAGI KEMATIANKU
Entah di mana kuburku nanti
Kata-kata tidak akan mencariku lagi
Mereka meninggalkan hati
Menutupkan lisan
Merapatkan jemari
Di pintu sunyi
Pintu di alam nanti
Di ruang-ruang rahasia
Yang disembunyikan kehidupan
Agar kematian menemukan jalan sendiri
Yang dirindukan semua puisi
Yang dirindukan para penyair
Di tanah merah bertabur bunga
Selain adzan, solat dan solawat
: Hening bunyi "ning"
(Entah dawai mana yang memetik string)
Bunyi ruh megatruh
Gamelan pelan
Rebab yang sembab
Puisiku menuangkan isinya
Ke lahat rehatnya
: Pusara aksara
+
Pias riasnya
Pasi spasinya
Bekasi, November 2022.
Catatan redaksi: Tulisan “pengakuan” Maman S Mahayana ini dibagikan di laman FB kritikus sastra, akademisi, dan pernah jadi pengajar di FIB Universitas Indonesia.
Maman adalah ketua Yayasan Hari Puisi Indonesia, yang menggelar tiap tahun sayembara buku puisi.***
Baca Juga: Inna Lillahi…’Rudi Jalak Gugat’ Yudhistira Wafat, Sastra Indonesia Berduka