Rendah Minat Baca, Karena Tradisi Lisan Masih Kuat

- 9 September 2023, 11:26 WIB
Ketua Umum Satupena Denny JA/tangkap layar
Ketua Umum Satupena Denny JA/tangkap layar /Isbedy Stiawan ZS/

 

 

LAMPUNG INSIDER – Hasil survei LSI pada Agustus 2023, ternyata minat baca buku di Indonesia masih sangat rendah.

 

Hal itu disampaikan Denny JA hasil survei yang dirilis di jejaring media sosialnya, Sabtu 9 September 2023.

 

Menurut Denny JA, meski diakui buku adalah jendela dunia. Tapi mengapa pembaca buku di Indonesia sangatlah rendah dan rendah sekali.

 

"Ternyata yang sempat membaca buku setahun terakhir, minimal satu buku saja,  hanyalah 22,5% dari populasi Indonesia, ungkapnya.

 

Sementara, lanjut dia, sebanyak 72,3% menyatakan: “setahun yang lalu, saya tak sempat membaca buku bahkan satu judul buku sekalipun.”

 

Ini prosentase membaca buku yang sangatlah rendah. Hanya 22% dari populasi. "Yang membaca buku artinya hanya satu dari lima orang Indonesia," ujar ketua umum Satupena.

 

Sementara di dunia luar sana, katanya lagi, di dunia industri, yang membaca buku rata-rata di atas 50%. Itu artinya di sana dari 2 orang hanya satu orang yang tak membaca buku dan satu orang membaca buku.

 

"Di Indonesia dari lima orang, empat orang tidak membaca buku. Dari  lima orang, hanya satu orang yang membaca buku."

 

Lebih jauh Denny menyebut penyebab minimnya membaca, ada berapa penyebab. "Tradisi lisan di Indonesia begitu kuat dan belum sempat ia sepenuhnya berubah menjadi tradisi tulisan," ujarnya..

 

Ketika modernitas datang membawa sekolah-sekolah, makin banyak orang belajar membaca dan menulis. Tradisi  tulisan mulai tumbuh.

 

Sebelum tradisi tulisan dominan, tiba- tiba datanglah itu dunia Internet. Akibatnya banyak populasi mencari informasi tak lagi lewat buku. Mereka lebih memilih mencari informasi lewat aneka media-media di internet.

 

Lalu kemudian datanglah era sosial media. Bertahun- tahun media sosial menguasai hidup kita dan mengubah cara kita membaca informasi.

 

Lebih lanjit Denny mengatakan bahwa Informasi di media sosial yang kita baca umumnya dengan durasi hanya satu sampai lima menit saja.

 

Akibatnya  kata dia, kita kurang stamina membaca tulisan panjang. Kita  hanya terbiasa membaca tulisan yang ringkas saja 1-5 menit saja.

 

"Padahan untuk membaca buku butuh waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Tradisi membaca cepat dan singkat ikut membuat buku tidak populer," urai pengagas puisi esai ini.

 

Kalau buku adalah jendela dunia, masih kata Denny, sedangkan huku sastra memperkaya batin kita, memperluas perspektif kita. "Buku non-sastra mengantarkan pengetahuan soal dunia," ucap penulis yang hanyak melahirlan buku puisi esai ini.

 

Oleh sebab itu, ia mengajak saatnya kita gelorakan kembali tradisi membaca buku, bahkan dari usia kanak-kanak.***

 

Editor: Isbedy Stiawan ZS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah