Sehari dalam Kehidupan Sutardji Calzoum Bachri (di Hotel Sultan Jakarta)

- 30 Juni 2024, 10:16 WIB
Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji Calzoum Bachri /dok /

Dia tidak tertawa tapi tunduk tersenyum .Sebelum ia berkomentar, saya menyampaikan bahwa ada hubungan interteks puisi itu dengan pantun Melayu: ”Apa guna kepok di ladang/Kalau tidak berisi padi/Apa guna pelok dan sayang/ Kalau tidak sepenuh hati.” 

Beliau serius menanggapi bahwa dalam menyampaikan ’deklaratif puitik’ ada dua dimensi yang tak boleh hilang. Pertama kelembutan dan kedua ketegasan. Allah itu Maha Latif (Mahalembut) tapi juga dalam peristiwa lain Mahagarang, kuat dengan cara lemah lembut Allah Yang Maha Lembut (Ya Latthif) menyapa kita dengan segala firman-Nya tapi dalam dimensi lain Allah Maha Perkasa (Ya Maha Aziz). 

Saya kira seorang penyair sebagai musafir kata, ia perlu memperhatikan dua dimensi tentang kelembutan dan keperkasaan ini. Dia berkomunikasi dengan pembaca dengan orang lain dengan cara bertutur lemah lembut dan pada peristiwa lain dia perlu tegas dan keras untuk menyampaikan protes dan perlawanan kultural sebagai penyair.

Perlawanan kultural itu disampaikan Sutardji dalam penutupan acara Anugerah Sastrawan 2024 dengan puisinya “Tanah Air Mata*. 

Ia pun berpuisi, Tanah air mata tanah tumpah dukaku/ Mata air mata tanah air kami/Di sanalah kami berdiri/ Menyampaikan airmata kami.

Dalam penutup puisinya yang menggelegar sedikit bergetar . Sutardji sang penyair kelahiran Riau ini menutup pesan dengan nada imperatif dan keras, “kalian sudah terkepung.takkan bisa bergerak/takkan bisa kemana pergi/ menyerahlah pada kedalaman airmata kami.”

Puisi adalah jalan (tao) yang dipilih penyair untuk menyampaikan aspirasi, kritik, inspirasi, dan deklarasi kepada pembaca sebagai orang kedua. Ia seperti kata Goenawan Mohamad, “seorang yang bersendiri menyampaikan pesan dari hati ke hati” Pernyataan ini mirip dengan kemerdekaan seorang penyair yang memiliki kepribadian tunggal untuk menempuh jalannya sendiri (tao) yang mungkin tak pernah dilalui orang lain seperti disindir Robert Frost. Sebagaimana pernah diteriakkan Chairil Anwar, “Aku ini binatang jalang dari kumpulannya yang terbuang” atau nyanyian legendaris Frank Sinatra I do it my Way….”

Medan, 30 Juni 2024.

______

*) Prof. Shafwan Hadi Umri adalah sastrawan asal Medan, Sumatera Utara. Ia kini menjabat Ketua Satupena Sumatera Utara.***

Halaman:

Editor: Isbedy Stiawan ZS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah