Istithaah Keuangan Jemaah Bahan Pertimbangan Menentukan Bipih

- 16 November 2023, 13:53 WIB
Kemenag bahas kemampuan finansial jemaah haji yang menjadi syarat penting selain kesehatan.
Kemenag bahas kemampuan finansial jemaah haji yang menjadi syarat penting selain kesehatan. /Pixabay

LAMPUNG INSIDER – Kementerian Agama (Kemenag) membahas kemampuan (istithaah) keuangaan bagi jemaah haji. Karena selain kesehatan, kemampuan finansial calon jemaah haji sangat penting.

Menurut Direktur Bina Haji Kemenag RI, Arsad Hidayat, ketidakmampuan jemaah secara finansial akan menggugurkan kewajiban ibadah hajinya. Menurutnya, istithaah keuangan (maliyah) sangat penting dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Arsad menilai hal ini perlu menjadi perhatian karena dia mensinyalir masih ada praktik dana talangan yang dilakukan lembaga keuangan dengan dalih membantu jemaah untuk bisa mendaftarkan haji. Padahal, bisa jadi jemaah yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan finansial memadai. Model dana talangan ini juga pada akhirnya menyebabkan daftar antrean (waiting list) haji semakin panjang.

“Jangan sampai jemaah memaksakan diri melalui dana talangan padahal dia tidak mampu. Ini juga menjadi salah satu penyebab tambah panjangnya antrian jemaah haji,” tegas Arsad saat Diskusi Kajian Istitha’ah Keuangan Haji di Tangerang, Rabu 15 November 2023.

Dia mengatakan sebagaimana kesehatan, kemampuan secara finansial juga menjadi syarat penting bagi jemaah haji. Ini perlu dirumuskan agar bisa dipahami jemaah. Sehingga bagi jemaah yang tidak mampu secara finansial tidak perlu memaksakan. 

Rumusan istithaah finansial juga penting, kata Arsad, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat komposisi yang lebih berkeadilan antara biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayar langsung oleh jemaah dan biaya haji yang bersumber dari nilai manfaat. Sebagaimana diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari sejumlah sumber, antara lain Bipih yang dibayar jemaah dan nilai manfaat setoran awal. BPIH 2023 misalnya, rata-rata sebesar Rp90.050.637,26. Jumlah ini terdiri atas, Bipih yang harus dibayar langsung jemaah sebesar Rp49.812.700,26 (55,3 persen) dan sisanya Rp40.237.937 (44,7 persen) dibebankan kepada nilai manfaat.

“Komposisi antara Bipih dan nilai manfaat harus dirumuskan secara lebih berkeadilan. Sebab, nilai manfaat setoran awal juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrean. Rumusan istithaah keuangan ini penting sebagai pertimbangan dalam menetapkan komposisi tersebut,” jelas Arsad.

Pemerintah, kata Arsad, sangat concern terhadap rumusan komposisi pembiayaan haji yang berkeadilan ini. Penghitungan komposisi Bipih dan nilai manfaat harus mempertimbangkan aspek keadilan. Artinya, setiap jemaah haji mendapatkan bagian dari nilai manfaat setoran awalnya secara lebih berkeadilan. Hal ini akan menjaga keberlanjutan nilai manfaat yang juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrian.

“Penghitungan komposisi BPIH harus dihitung betul dan secermat mungkin, agar dapat memberikan kemanfaatan tidak hanya buat jemaah haji yang berangkat saat ini tapi juga mereka yang akan berangkat di tahun-tahun ke depan,” urainya

Halaman:

Editor: Nova Lidarni

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah