LAMPUNG INSIDER— Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendesak revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Pilkada untuk menghapus opsi kotak kosong, yang dianggap sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi. Kornas JPPR, Rendy NS Umboh, mengungkapkan bahwa revisi UUJ PPR Mendesak Revisi UU Pilkada untuk Menghapus Opsi Kotak Kosong.
"UU Pilkada saat ini perlu dimodifikasi agar kotak kosong tidak lagi menjadi opsi, seperti yang terjadi dalam pilpres. Kita harus memastikan tidak ada lagi calon tunggal dalam perhelatan demokrasi kita," tegas Rendy.
Menurut Rendy, ada beberapa penyebab munculnya fenomena kotak kosong. Pertama, adanya ruang regulasi yang memungkinkan terciptanya pengondisian kotak kosong. Kedua, keinginan kandidat di daerah untuk menang dengan mudah, sering kali dengan memboyong seluruh partai politik melalui berbagai pendekatan, yang kadang-kadang melibatkan imbalan politik—meskipun ini sulit dibuktikan.
"Ketiga, mungkin saja di daerah dengan calon tunggal, figur tersebut terlalu kuat sehingga partai-partai lain terpaksa merapat ke calon tersebut untuk menghindari kekalahan atau kegagalan dalam pilkada," ujarnya.
Diketahui bahwa pada Pilkada Serentak 2024, terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah, yang terdiri dari satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Para calon tunggal ini akan berhadapan dengan kotak kosong.
Komisi II DPR, KPU, dan pemerintah telah menyepakati bahwa jika dalam Pilkada 2024 ada daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong, pemilihan ulang akan dilakukan pada tahun 2025. Kesepakatan ini dicapai dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II, KPU, Bawaslu, dan Kemendagri.
"Daerah yang pelaksanaan Pilkadanya hanya terdiri dari satu pasangan calon dan tidak mendapatkan suara lebih dari 50 persen akan mengadakan pemilihan ulang pada tahun 2025, sesuai dengan Pasal 54D Undang-Undang No. 10 Tahun 2016," bunyi salah satu poin kesimpulan rapat.***