Zaman Gilded: Membaca ‘Manusia Desa’ Endri Kalianda

22 Juni 2024, 14:12 WIB
Cover buku Zaman Gilded karya Endri Kalianda /ist/

LAMPUNG INSIDER Keberanian meneguhkan diri sebagai desa digital, transformasi sekaligus ejawantah dari Program Desa Cerdas (Smart Village) yang sudah dicanangkan Kemendes PDTT, meski masih menyisakan banyak tantangan, secara ajeg dan pasti, langkah menuju budaya digital di lingkup masyarakat perdesaan, kian familiar. Menjadi pendulum, tabiat baru perilaku warga desa. 

Demikian benang merah esai-esai Endri Kalianda yang terhimpun di buku Zaman Gilded sampai Keranjingan Judi Online (Penerbit Pusaka Media, 2024;148 hlm.). Buku ini diantar prolog oleh Isbedy Stiawan ZS dan epilog Udo Z Karzi.

Endri lewat pengantarnya mengatakan bahawa di Provinsi Lampung, Program Smart Village disebut sudah mampu mengubah wajah perdesaan menjadi lebih modern, mendorong transparansi, dan menggerakkan perekonomian desa. (Kompas, 17 Maret 2023).

Sayangnya, tidak semua manfaat peralatan digital dan kemampuan mendayagunakan teknologi informasi berimplikasi positif bagi warga, yaitu meningkatnya kesejahteraan. Yang terjadi justru terbanyak adalah warga yang belanja kuota internet untuk aneka hiburan dan berselancar di media sosial. Semacam keranjingan. Adiktif!

Alih-alih memanfaatkan kemajuan digital untuk pendapatan tambahan keluarga, warga banyak terjebak pada pengeluaran berlebih. Kondisi ini ditambah lagi dengan maraknya fenomena perjudian maupun pinjaman online yang mudah diakses melalui ponsel.

Rendahnya literasi digital merupakan tantangan tersendiri. Bahwa secara teori, Desa Cerdas yang secara praksis merupakan duplikasi dari penerapan Desa Digital, sudah dibuktikan dalam ragam kajian akademik, sebut saja Gao Wang, Vizvizi, dan Chaozhu. Termasuk suksesnya penyusunan dokumen “Strategi Pembangunan Desa Digital” dan “Rencana Aksi Pembangunan Desa Digital (2022–2025)” di China sudah terbukti, mampu menelurkan Desa Digital sebagai penopang utama ecommerce yang secara siginifikan meningkatkan pendapatan warga dan menumbuhkan perekonomian daerah.

Di perdesaan Lampung, penanda itu mulai tampak. Yakni, maraknya ATM Mini atau warung-warung penukaran uang digital yang bentuknya nyaris seperti transformasi dari (warung telekomunikasi) wartel, warung internet (warnet), dan konter HP, yang sekarang jadi warung jasa top up model BRI-Link itu.

Beberapa tulisan dalam buku ini hanya berusaha memahami kehidupan warga desa, dan sejumlah tantangan atas fenomena warga yang memanfaatkan digitalisasi di semua lini kehidupan.

Buku yang ditulis oleh Endri Kalianda ini merupakan bagian dari esai-esai yang dari kata pengantarnya, disebut sebagai “catatan pengungkap” selama bertugas jadi Duta Digital, pendamping program desa cerdas Pusdaing, KemendesPDTT di Lampung 2022-2024.

Sementara itu, Isbedy Stiawan ZS mengatakan, era gadget ataupun digitalisasi ini sudah merebut ruang-ruang privat dari masyarakat. Dari orang kota sampai di pelosok desa. 

Menurut Isbedy, para raja provider yang mengirimkan sinyal berlomba-saing membius masyarakat. Agar membeli “dunia maya” yang mampu mendekatkan benua masuk ke dalam bilik privat. Negara-negara di Eropa, Amerika, dan sebagainya, bukan lagi disebut jauh dan tak terjangkau; melainkan bisa dekat di kelopak mata.

Era digitalisasi juga memaksa masyarakat, mau tidak mau, melompat tanpa punya pegangan yang kuat. Satu sisi manusia masih berpijak pada tradisi lama yang telah membentuk dirinya, pada bagian lain ia harus berada dalam ‘kebudayaan baru’ yang tidak saja asing melainkan tak teraba oleh pikiran dan hatinya,” kata sastrawan ini dalam prolognya.. 

Dunia maya dan dunia fakta, ujar Isbedy lagumi, seperti tanpa batas. Tiada lagi perbedaan apakah kita berada di dunia nyata ataukah dalam dunia dongeng (mimpi). Ulang-alik perjalanan “spiritual” kemanusian manusia sulit diingkari, bahkan kendati kadang absurd,

Untuk lebih jauh mengetahui pandangan Endri tentang dunia desa, buku ini memang layak dimiliki dan dibaca.***

 

 

Editor: Isbedy Stiawan ZS

Tags

Terkini

Terpopuler