Menggugat Janji Semu pada Pilkada 2024: Antara Realitas dan Harapan

- 7 Mei 2024, 16:53 WIB
/

LAMPUNG INSIDER- Momentum Pilgub 2024 semakin mendekat, namun perbincangan yang tak kalah penting adalah bagaimana para pemenang pilkada akan menepati janji-janji mereka saat kampanye. Fenomena di mana janji-janji politik tampaknya hanya menjadi slogan semata telah menjadi kebiasaan, dan pertanyaan besar yang muncul adalah: bagaimana cara menagih janji-janji semu tersebut?

Tak jarang, setelah dilantik, keterbatasan anggaran daerah menjadi alasan utama mengapa janji-janji kampanye sulit untuk direalisasikan. Selain itu, pecahnya konflik antara pasangan kepala daerah juga sering terjadi, mengakibatkan kesulitan dalam mengimplementasikan program-program yang dijanjikan.

Namun, meskipun janji-janji politik seringkali hanya menjadi retorika kosong, hingga saat ini belum tercatat adanya gugatan hukum dari masyarakat terhadap kepala daerah yang gagal merealisasikan janji-janji mereka. Ini mencerminkan tingginya tingkat skeptisisme masyarakat terhadap janji-janji politik para pemimpin terpilih.

Tak heran jika masyarakat akhirnya lebih memilih pasangan yang menerapkan praktik politik uang saat kampanye, karena kehilangan harapan akan perbaikan yang dijanjikan oleh para pemenang pilkada.

Peran politik uang dalam proses kampanye juga menjadi penyebab lainnya. Biaya politik yang terus meningkat membuat pejabat dan pemimpin kurang peka terhadap kebutuhan rakyat miskin, yang suara mereka hanya dianggap berharga pada saat pemilihan, tetapi diabaikan setelahnya.

Kekhawatiran ini juga tercermin dalam sikap para pemimpin yang tampaknya melupakan janji-janji manis mereka setelah terpilih, sementara masyarakat terus menghadapi realitas pahit dari janji-janji yang tak terpenuhi.

Di samping itu, ketiadaan aturan khusus tentang janji-janji kampanye memungkinkan pasangan calon untuk mengumbar janji-janji tanpa ada konsekuensi yang jelas jika mereka gagal melaksanakannya. Hal ini juga menciptakan ketergantungan pada program-program pemerintah pusat sebagai "jualan" politik tanpa mempertimbangkan keterbatasan dan kebutuhan daerah masing-masing.

Sikap kritis masyarakat sebagai pemilih juga semakin terkikis, dengan terjadi polarisasi di antara pendukung pasangan calon yang berujung pada praktik black campaign yang merugikan. Oleh karena itu, perlunya aturan yang mengatur janji-janji kampanye dan memberikan sanksi kepada pasangan calon yang tidak memenuhi janji-janjinya menjadi sangat penting.

Dengan demikian, perubahan yang menyeluruh diperlukan dalam sistem politik agar masyarakat tidak terus menerus dibohongi oleh janji-janji semu saat kampanye. Dengan terobosan-terobosan baru dan pengawasan yang ketat, harapan akan perubahan nyata dari para pemimpin yang terpilih bisa menjadi kenyataan.***

Editor: Arief Mulyadin


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah