Sistem Peringatan Dini Belum Efektif Antisipasi Tsunami Non Tektonik

- 9 November 2023, 17:20 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam World Tsunami Awareness Day Webinar yang diselenggarakan oleh UNESCO - IOC Intergovernmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam World Tsunami Awareness Day Webinar yang diselenggarakan oleh UNESCO - IOC Intergovernmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System. /BMKG/

LAMPUNG INSIDER – Sistem peringatan dini tsunami di kebanyakan negara belum efektif untuk mengantisipasi terjadinya bencana tsunami, khususnya yang dipicu aktivitas non seismik. Sistem peringatan dini tsunami yang ada umumnya hanya ditujukan untuk tsunami megathrust yang sebelumnya didahului gempa bumi besar.

Hal itu diungkap Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati di acara World Tsunami Awareness Day Webinar yang diselenggarakan oleh UNESCO-IOC Intergovernmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System, Selasa 7 November 2023 lalu.

“Indonesia pernah merasakan dua kali tsunami yang justru bukan disebabkan oleh gempa bumi yaitu tsunami Palu yang terjadi pada September 2018 disebabkan tanah longsor dan tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Desember 2018 yang dipicu aktivitas gunung berapi,” ungkap Dwikorita, dikutip dari siaran pers BMKG, Kamis 9 November 2023.

Dalam Webinar yang mengusung tema Fighting Inequality for a Resilient Future tersebut, Dwikorita mengatakan ketidakmampuan sistem peringatan dini tsunami pada 2018 dalam memberikan informasi yang cepat terhadap tsunami yang dipicu aktivitas non seismik, menjadi pelajaran penting yang segera ditindaklanjuti oleh BMKG.

Dengan kejadian tsunami tahun 2018 tersebut, InaTEWS semakin dikuatkan dengan menambah jumlah peralatan sensor gempa untuk merapatkan jaringan monitoring.

Dwikorita menekankan bahwa kesiapsiagaan masyarakat adalah yang terpenting, terlepas dari kemajuan teknologi sistem peringatan dini. Menurutnya, masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir rawan tsunami sangat membutuhkan pendidikan dan kesadaran untuk merespons secara efektif. Mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses peringatan dini.

Maka dari itu, lanjut Dwikorita, untuk mendorong tindakan dan kesiapsiagaan dini, informasi yang komprehensif dan mudah dimengerti, ditambah dengan program pendidikan, sangatlah penting. Keunikan dan kompleksitas tsunami, tambahnya, membutuhkan teknologi peringatan dini yang inovatif yang digabungkan dengan kearifan lokal.

“Pengetahuan tentang kearifan lokal dapat secara efektif mengakomodasi kemampuan untuk mengakses peringatan dini bagi masyarakat terpencil. Jadi, kolaborasi antara teknologi dan kearifan lokal dapat memperkuat sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menyinggung soal keberlanjutan upaya mitigasi dan kesiap-siagaan tsunami. Dia mencontohkan upaya kesiapsiagaan di Kota Palu, Sulawesi Tengah yang telah dibangun pada periode 2009-2014, harus kembali dimulai dari nol karena adanya pergantian kepala daerah. Karena tidak adanya keberlanjutan, alhasil ketika tsunami melanda pada 2018 semua orang tidak siap.

Halaman:

Editor: Nova Lidarni

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah